Kata cinta dalam Al Qur’an disebut Hubb (mahabbah) dan Wudda
(mawaddah), keduanya memiliki erti yang sama yaitu menyukai, senang,
menyayangi.Sebagaimana dalam surah Ali Imram (14) :
“Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan
kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali
yang baik (syurga).” Dalam ayat ini Hubb adalah suatu naluri yang dimiliki
setiap manusia tanpa kecuali baik manusia beriman maupun manusia durjana.
Dari penbacaan saya terdapat satu hadis mengenai cinta,tetapi saya
lupa dari siapa perawinya,disini saya kongsikan buat tatapan semua :
“man ahabba syai’an fa huwa `abduhu”, Barang
siapa yang mencitai sesuatu pasti dia akan diperbudak olehnya. Berikut ini akan
saya bahas erti cinta menurut Alquran.
Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta
cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man
ahabba syai’an katsura dzikruhu),kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh
cintanya (man ahabba syai’an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga,
Ciri dari cinta sejati ada tiga :
(1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan
yang lain.
(2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan
yang lain.
(3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemahuan
orang lain atau diri sendiri.
Didalam Al- Qur’an cinta memiliki 8 pengertian
berikut ini penjelasannya:
1. Cinta Mawaddah adalah
jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “menyayangi”. Orang yang memiliki cinta jenis
Mawaddah, mahunya selalu berduaan, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan
dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak biasa berfikiran
lain.
2. Cinta Rahmah adalah
jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap
melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis Rahmah ini lebih memperhatikan
orang yang dicintainya disbanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting
adalah kebahagiaan sang kekasih meskipun untuk itu ia harus menderita. Ia
sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan
kekasihnya. Termasuk dalam cinta Rahmah adalah cinta antara orang yang
bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya.
Dari itu maka dalam Al- Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham,
yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang
berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak
janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologi kasih
sayang dalam satu ruang yang disebut rahim.
Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah
dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi ertinya menyambung
tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta Mawaddah dan Rahmah
sekaligus biasanya saling setia lahir batin,dunia akhirat.
3. Cinta Mail,
adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga tidak
menpedulikan hal-hal lain, cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis Mail ini
dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh
cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada
yang lama.
4. Cinta Syaghaf.
Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, kerinduan dan memabukkan. Orang yang
terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) biasanya seperti orang
gila, lupa diri dan hampir-hampir tidak menyedari apa yang dilakukan. Al-
Qur’an menggunakan terma Syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya
Zulaikha, isteri pembesar Mesir kepada Nabi Yusuf.
5. Cinta Ra’fah,
yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya
kasihan kepada anak sehingga tidak tegas membangunkannya untuk solat,
membelanya meskipun salah. Al- Qur’an menyebut terma ini ketika mengingatkan
agar janganlah cinta Ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah,
dalam hal ini khusus hukuman bagi pezina (Q/24:2).
“Perempuan yang berzina dan lelaki yang berzina, hendaklah kamu
sebat tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali sebat; dan janganlah kamu
dipengaruhi oleh perasaan belas kasihan terhadap keduanya dalam menjalankan
hukum ugama Allah, jika benar kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat; dan
hendaklah disaksikan hukuman siksa yang dikenakan kepada mereka itu oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman”.
6. Cinta Shobwah,
yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak.
Al- Qur’an menyebut terma ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf
berdoa agar dipisahkan dengan Zulaikha yang setiap hari menggodanya (mohon
dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir
juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa
akun min al jahilin (Q/12:33).
Yusuf (merayu kehadrat Allah Taala dengan) berkata: “Wahai
Tuhanku! Aku lebih suka kepada penjara dari apa yang perempuan-perempuan itu
ajak aku kepadanya. Dan jika Engkau tidak menjauhkan daripadaku tipu daya
mereka, mungkin aku akan cenderung kepada mereka, dan aku menjadi dari
orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya”.
7. Cinta Syauq (rindu).
Terma ini bukan dari Al -Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan Al-Qur’an.
Dalam surah Al `Ankabut ayat 5 dikatakan : “bahawa barangsiapa rindu berjumpa
Allah pasti waktunya akan tiba”. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan
dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila
wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya
memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut
Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin,
Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila
al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta,
hurqat al mahabbah wa iltihab naruha fi qalb al muhibbi.
8. Cinta Kulfah.
yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang
positif meskipun sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu,
membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut A-l
Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai
dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286).
Allah tidak memberati seseorang melainkan apa yang terdaya
olehnya. Ia mendapat pahala kebaikan yang diusahakannya, dan ia juga menanggung
dosa kejahatan yang diusahakannya. (Mereka berdoa dengan berkata): “Wahai Tuhan
kami! Janganlah Engkau mengirakan kami salah jika kami lupa atau kami tersalah.
Wahai Tuhan kami ! Janganlah Engkau bebankan kepada kami bebanan yang berat
sebagaimana yang telah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu
daripada kami. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang
kami tidak terdaya memikulnya. Dan maafkanlah kesalahan kami, serta ampunkanlah
dosa kami, dan berilah rahmat kepada kami. Engkaulah Penolong kami; oleh itu,
tolonglah kami untuk mencapai kemenangan terhadap kaum-kaum yang kafir”.
Jika kita melihat kepada sejumlah kitab tafsir, maka akan
ditemukan begitu banyak pendapat para ulama tentang Sakinah, Mawaddah, dan
Rahmah (QS Ar-Rum: 21).
Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaannya dan
rahmatNya, bahawa Ia menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki), isteri-isteri
dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya,
dan dijadikanNya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas
kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu mengandungi keterangan-keterangan (yang
menimbulkan kesedaran) bagi orang-orang yang berfikir.itulah tiga kondisi yang
Allah SWT tanamkan dalam hati setiap manusia normal sebagai salah satu tanda
dari kekuasaan-Nya. Pada umumnya, para ulama menafsirkan rahmah sebagai bentuk
kasih sayang yang wujudnya lebih dalam dari sekedar cinta. Ia terwujud dalam
sikap suami yang melindungi, mengayomi, dan tidak ingin isterinya mendapat
celaka dan gangguan.
Dengan demikian, perasaan pertama yang muncul pada diri seorang
suami pada isterinya adalah sakinah (ketenangan) saat berada di sisinya.
Kemudian ia melahirkan perasaan cinta, dan pada tahap selanjutnya sikap kasih
sayang. Sikap kasih sayang inilah yang membuat suami isteri tetap akur dan
harmonis sampai pada usia senja meski dorongan syahwat dan cinta sudah melemah.
Adapun para ulama berpendapat, bahwa cara untuk mendapatkan
sakinah, mawaddah, dan rahmat: Pertama, takwa kepada Allah baik dari sebelum
menikah, dalam proses menikah, terlebih lagi sesudah menikah. Kedua, memahami
rambu-rambu serta hak dan kewajiban suami isteri. Dan ketiga, berdoa selalu
kepada Allah agar diberi sakinah. mawaddah, dan rahmah tadi Ada juga pendapat
yang mengungkapkan tentang makna Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah:
- Pertama, Sakinah (ketentraman). Ia bermakna kecenderungan dan
kecondongan hati. Artinya seorang lelaki (suami) akan senang dan merasa
tenteram jika berada di samping wanita (isterinya).
- Kedua, Mawaddah (cinta). Menurut
Mujahid maknanya adalah jima (persetubuhan antara suami isteri). Namun,
secara umum maknanya adalah kecintaan
suami kepada isterinya.
- Ketiga, Rahmah (kasih sayang). Ada yang menafsirkannya dengan kelahiran anak, sebagaimana bunyi firman Allah pada surah Maryam ayat 2 dan 7, yang menyebutkan anak sebagai rahmat. Wallahu a’lam bish-shawab.
Rujukan: kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin dan taksir Al-Quran.
No comments:
Post a Comment